Catatan Pelajaran dari Kisah Nabi Nuh

Bismillah,

– Nabi Nuh termasuk rasul yang bergelar ulul azmi, di mana kita diperintahkan untuk meneladani kesabarannya.

“Maka bersabarlah seperti sabarnya ulul azmi..” (Al Ahqaf 46:35)

– Nabi Nuh berdakwah selama 1000 tahun kurang 50. Hikmah penyebutan 1000 tahun ini menunjukkan lamanya beliau berdakwah dan bersabar pada masa itu.

– Nabi Nuh adalah hamba yang banyak bersyukur.

“Sesungguhnya Nuh adalah ‘abdan syakura’ (hamba yang banyak bersyukur)” (Al Isra 17:3)

– Imam Mujahid berkata, nabi Nuh setiap makan, minum, berpakaian, beliau memuji Allah.

– Faedah lainnya, kita umat Muhammad diajarkan banyak doa pada setiap kesempatan tersebut. Maka doa ini lebih utama dibandingkan sekadar memuji Allah.

– Nabi Nuh juga banyak berpuasa, rajin solat, tutur katanya lembut dan baik kepada manusia.

– Diantara bahaya kesyirikan, Allah sampai mengutus rasul ke dunia. Pada zaman antara nabi Adam hingga Nuh, tidak ada kesyirikan meskipun ada kemaksiatan, sehingga tidak ada rasul pada masa tersebut.

– Berlebihan dalam memuliakan orang saleh dapat menjadi sebab terjadinya kesyirikan. Nama-nama berhala di masa nabi Nuh merupakan nama-nama orang saleh pada waktu itu.

Mereka berkata,” ..dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) ‘Wadd’, dan jangan pula ‘Suwa‘’, Yaghuts, Ya‘uq dan Nasr.” (Nuh 71:23)

– Kaum nabi Nuh pernah di uji dengan langit yang tidak menurunkan hujan, juga istri-istri yang tidak kunjung hamil. Maka nabi Nuh menawarkan kepada kaumnya untuk beristighfar sebagai solusi.

“Maka aku berkata (kepada mereka), mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu.” (Nuh 71: 10-12)

– Sabarnya nabi Nuh kepada keluarganya. Tetap mengajak keluarganya dengan baik. Nabi Nuh memanggil putranya dengan panggilan ‘bunayya‘ yang berarti adinda, bukan dengan panggilan ‘ibni‘ yang berarti anakku.

“Wahai adinda, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.” (Hud 11:42)

– Orang yang keluar dari Islam, maka dia terputus dari keluarga muslim, walaupun masih bersambung secara keturunan. Dan dalam hukum Islam tidak lagi memiliki hak (tidak mendapat waris, dlsb.).

Nabi Nuh berdoa, “Ya Rabbi, sesungguhnya anakku adalah termasuk keluargaku..” (Hud 11:45)

Dan Allah berfirman, “Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya sungguh tidak baik..” (Hud 11:46)

– Nabi Nuh termasuk “bapaknya para manusia”. Karena tidak ada manusia lagi selain nabi Nuh dan pengikutnya setelah turunnya azab banjir besar.

“Kemudian Kami menyelamatkannya Nuh dan orang-orang yang bersamanya di dalam kapal yang penuh muatan. Kemudian setelah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal.” (Asy Syu’ara 26:119-120)

– Di akhir hayatnya, nabi Nuh berwasiat tentang dua perintah dan dua larangan.

Dua perintah, yaitu menjaga “la ilaha ilallah”, karena kalimat ini lebih berat seandainya di timbang dengan 7 lapis bumi dan 7 lapis langit. Juga seandainya langit dan bumi tadi dirupakan gelang besi, maka kalimat la ilaha ilallah akan memecahkannya. Juga perintah untuk menjaga dzikir “subhanallahi wabihamdihi”. Karena ini adalah bacaan dari semua makhluk hidup.

Dua larangan, yaitu menjauhi perbuatan syirik dan menjauhi perbuatan sombong. Kesyirikan sangat berbahaya sampai-sampai di utus rasul untuk menjelaskan langsung kepada umat manusia. Sedangkan sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia. Sebagaimana perbuatan putra nabi Nuh dan kaumnya yang menyebabkan mereka tidak mendapatkan hidayah hingga ditenggelamkan oleh Allah.

Wallahua’lam bishawab.

*Faedah dari kajian rutin masjid Darul Arqom Babatan Indah,
*Kajian oleh ust. Abu Zur’ah hafidzhahullah

Leave a comment